Search Engine Submission - AddMe Free Meta Tag Generator Dandy Hermawan Post: 2011-10-23
readbud - get paid to read and rate articles
videobb
Powerful Strategy
Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.
AyuWage Services - Get Paid to Visits Sites and Complete Surveys
http://www.emailcashpro.com
richgoptr.com Popular 1:1 Traffic Exchange
Get Paid To Promote, Get Paid To Popup, Get Paid Display Banner
HyperCompound - Invest With Confidence NEO Progress
Affiliate Program ”Get Money from your Website”
Online Job for All. Work from home computer.
Permanent Links
Permanent Links: Traffic Forever
Improve your website organic search. Buy permanent links to your website and get visitors forever.
www.buypermalink.com

Friday, October 28, 2011

Infak vs Zakat vs Sedekah

"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik" (Q.S. Al-Baqarah 2:195)

"Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia; dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." (Q.S.Al Hasyr 59:7)

Zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula.

Setiap harta yang sudah dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci, bersih, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang (at-Taubah: 103, dan ar-Rum: 39).

Persyaratan harta yang wajib dizakatkan itu:
 
1. Harta itu dikuasai secara penuh dan dimiliki secara sah, yang didapat dari usaha, bekerja, warisan, atau pemberian yang sah, dimungkinkan untuk dipergunakan, diambil manfaatnya, atau kemudian disimpan. Di luar itu, seperti hasil korupsi, kolusi, suap, atau perbuatan tercela lainnya, tidak sah dan tak akan diterima zakatnya. HR Muslim, Rasulullah bersabda bahwa Allah SWT tidak akan menerima zakat/sedekah dari harta yang ghulul (didapatkan dengan cara batil).

2. Harta yang berkembang jika diusahakan atau memiliki potensi untuk berkembang, misalnya harta perdagangan, peternakan, pertanian, deposito mudharabah, usaha bersama, obligasi, dan lain sebagainya.

3. Telah mencapai nisab, harta itu telah mencapai ukuran tertentu. Misalnya, untuk hasil pertanian telah mencapai jumlah 653 kg, emas/perak telah senilai 85 gram emas, perdagangan telah mencapai nilai 85 gram emas, peternakan sapi telah mencapai 30 ekor, dan sebagainya.

4. Telah melebihi kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarganya yang menjadi tanggungan nya untuk kelangsungan hidupnya.

5. Telah mencapai satu tahun (haul) untuk harta-harta tertentu, misalnya perdagangan. Akan tetapi, untuk tanaman dikeluarkan zakatnya pada saat memanennya (Q.S. Al-An'am: 141).

Perbedaan antara infak, zakat dan sedekah :

Infak berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/ penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam.

Jika zakat ada nisabnya, infak tidak mengenal nisab. Jika zakat harus diberikan pada mustahik tertentu (8 asnaf) maka infak boleh diberikan kepada siapapun juga, misalnya untuk kedua orangtua, anak yatim, dan sebagainya (Q.S. Al-Baqarah: 215).

Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia di saat lapang maupun sempit (Q.S Ali Imran: 134).

Pengertian sedekah sama dengan pengertian infak, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja, jika infak berkaitan dengan materi, sedekah memiliki arti lebih luas, menyangkut hal yang bersifat non materiil.

HR Muslim dari Abu Dzar, Rasulullah menyatakan bahwa jika tidak mampu bersedekah dengan harta maka membaca tasbih, membaca takbir, tahmid, tahlil, berhubungan suami-isteri, dan melakukan
kegiatan amar ma'ruf nahi munkar adalah sedekah.

Seringkali kata-kata sedekah dipergunakan dalam Al Qur'an, tetapi maksud sesungguhnya adalah zakat, (Q.S At-Taubah: 60 dan 103).

Jika seseorang telah berzakat tetapi masih memiliki kelebihan harta, sangat dianjurkan sekali untuk berinfak atau bersedekah.

Berinfak adalah ciri utama orang yang bertakwa (al-Baqarah: 3 dan Ali Imran: 134), ciri mukmin yang sungguh-sungguh imannya (al-Anfal: 3-4), ciri mukmin yang mengharapkan keuntungan abadi (al-Faathir: 29). Berinfak akan melipatgandakan pahala di sisi Allah (al-Baqarah: 262).

"Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al Qur'an, (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh) dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa. (Q.S.Al An'am 6: 55)

Sumber: Panduan Praktis tentang Zakat, Infak, Sedekah.
oleh : drs. K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc.

Tuesday, October 25, 2011

Sabar Menurut Al-Qur’an

“...Dan para malaikat masuk kepada tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan); keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. Ar-Ra’d [13]:23-24)

Sabar termasuk akhlak yang paling utama yang banyak mendapat perhatian Al-Qur’an dalam surat-suratnya. 

Imam al-Ghazali berkata, “Allah swt menyebutkan sabar di dalam al-Qur’an lebih dari 70 tempat.”
 
Ibnul Qoyyim mengutip perkataan Imam Ahmad: “Sabar di dalam al-Qur’an terdapat di sekitar 90 tempat.”

Abu Thalib al-Makky mengutip sebagian perkataan sebagian ulama: “Adakah yang lebih utama daripada sabar, Allah telah menyebutkannya di dalam kitab-Nya lebih dari 90 tempat. Kami tidak mengetahui sesuatu yang disebutkan Allah sebanyak ini kecuali sabar.”

Sabar menurut bahasa berarti menahan dan mengekang. Di antaranya disebutkan pada QS.Al-Kahfi [18]: 28 “Dan tahanlah dirimu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan di senja hari dengan mengharap keridhaanNya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka.”

Kebalikan sabar adalah jaza’u (sedih dan keluh kesah), sebagaimana di dalam firman Allah QS. Ibrahim [14]: 21, “...sama saja bagi kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.”

Macam-macam Sabar Dalam al-Qur’an

Aspek kesabaran sangat luas, lebih luas dari apa yang selama ini dipahami oleh orang mengenai kata sabar. Imam al-Ghazali berkata, “Bahwa sabar itu ada dua; pertama bersifat badani (fisik), seperti menanggung beban dengan badan, berupa pukulan yang berat atau sakit yang kronis. Yang kedua adalah al-shabru al-Nafsi (kesabaran moral) dari syahwat-syahwat naluri dan tuntutan-tuntutan hawa nafsu. Bentuk kesabaran ini (non fisik) beraneka macam;

Jika berbentuk sabar (menahan) dari syahwat perut dan kemaluan disebut iffah
Jika di dalam musibah, secara singkat disebut sabar, kebalikannya adalah keluh kesah.
Jika sabar di dalam kondisi serba berkucukupan disebut mengendalikan nafsu, kebalikannya adalah kondisi yang disebut sombong (al-bathr)
Jika sabar di dalam peperangan dan pertempuran disebut syaja’ah (berani), kebalikannya adalah al-jubnu (pengecut
Jika sabar di dalam mengekang kemarahan disebut lemah lembut (al-hilmu), kebalikannya adalah tadzammur (emosional)
Jika sabar dalam menyimpan perkataan disebut katum (penyimpan rahasia)
Jika sabar dari kelebihan disebut zuhud, kebalikannya adalah al-hirshu (serakah)

Kebanyakan akhlak keimanan masuk ke dalam sabar, ketika pada suatu hari Rasulullah saw ditanya tentang iman, beliau menjawab: Iman aadalah sabar. Sebab kesabaran merupakan pelaksanaan keimanan yang paling banyak dan paling penting. “Dan orang-orang yang sabar dalam musibah, penderitaan dan dalam peperangan mereka itulah orang-orang yang benar imannya, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Baqarah [2]: 177)

Dari itu kita dapat memahami mengapa al-Qur’an menjadikan masalah sabar sebagai kebahagiaan di akhirat, tiket masuk ke surga dan sarana untuk mendapatkan sambutan para malaikat. Dalam surat Al-Insan [72]: 12 “Dan Dia memberi balasan kepada mereka atas kesabaran mereka dengan surga dan (pakaian) sutera”. Dalam surat Ar-Ra’d [13]:23-24 “...Dan para malaikat masuk kepada tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan); keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.”

Sabar, Suatu Kekhasan Manusia
Sabar adalah kekhasan manusia, sesuatu yang tidak terdapat di dalam binatang sebagai faktor kekurangannya, dan di dalam malaikat sebagai faktor kesempurnaannya.

Binatang telah dikuasai penuh oleh syahwat. Karena itu, satu-satunya pembangkit gerak dan diamnya hanyalah syahwat. Juga tidak memiliki “kekuatan” untuk melawan syahwat dan menolak tuntutannya, sehingga kekuatan menolak tersebut bisa disebut sabar.

Sebaliknya, malaikat dibersihkan dari syahwat sehingga selalu cenderung kepada kesucian ilahi dan mendekat kepada-Nya. Karena itu tidak memerlukan “kekuatan” yang berfungsi melawan setiap kecenderungan kepada arah yang tidak sesuai dengan kesucian tersebut.

Tetapi manusia adalah makhluk yang dicipta dalam suatu proses perkembangan; merupakan makhluk yang berakal, mukallaf (dibebani) dan diberi cobaan, maka sabar adalah “kekuatan” yang diperlukan untuk melawan “kekuatan” yang lainnya. Sehingga terjadilah “pertempuran” antara yang baik dengan yang buruk. Yang baik dapat juga disebut dorongan keagamaan dan yang buruk disebut dorongan syahwat.

Pentingnya Kesabaran
 
Agama tidak akan tegak, dan dunia tidak akan bangkit kecuali dengan sabar. Sabar adalah kebutuhan duniawi keagamaan. Tidak akan tercapai kemenangan di dunia dan kebahagaiaan di akhirat kecuali dengan sabar.

Al-Qur’an telah mengisyaratkan pentingnya kesabaran ini. Ketika mengyinggung masalah penciptaan manusia dan cobaan penderitaan yang akan dihadapinya. Dalam surat Al-Insaan [76]: 2 “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang tercampur yang Kami hendak mengujinya )dengan perintah dan larangan)”.

Pentingnya Kesabaran Bagi Orang Beriman.

Sudah menjadi sunnatulah bahwa kaum muslimin harus berhadapan dengan para musuhnya yang jahat yang membuat makar dan tipu daya. Seperti Allah menciptakan Iblis untuk Adam; Namrud untuk Ibrahim; Fir’aun untuk Musa dan Abu Jahal untuk Muhammad saw.

Dalam Surat al-Ankabut [29]]: 1-3 “Ali Laam Miim. Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan; kami telah beriman, padahal mereka belum diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta.”

Sumber dari  H. Muhammad Jamhuri, Lc.

Ikhlas

Posting dengan judul tentang ikhlas diawali dengan membuka Surat Shaad (QS, 38) ayat 71 S.D 83, yang terjemahannya ayat per ayat sebagai berikut :

Ayat 71:(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah”.

Ayat 72:Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya”.

Ayat 73:Lalu seluruh malaikat itu bersujud semuanya.

Ayat 74:kecuali iblis; dia menyombongkan diri dan adalah dia termasuk orang-orang yang kafir.

Ayat 75:Allah berfirman: “Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?”.

Ayat 76:Allah berfirman: “Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?”.

Ayat 77:Allah berfirman: “Maka keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk,

Ayat 78:Allah berfirman: “Maka keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk,

Ayat 79:Iblis berkata: “Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan”.

Ayat 80:Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh,

Ayat 81:sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari kiamat)”.

Ayat 82:Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya,

Ayat 83:kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.

Ayat-ayat dalam Surat Shaad tersebut di atas, adalah merupakan fragmentasi dialog antara Allah SWT dengan Iblis pertama (Izazil) intinya antara lain, tentang penciptaan manusia, penolakan Iblis untuk bersujud kepada manusia karena merasa dirinya lebih baik (penolakan perintah Allah), pengusiran dari surga, penangguhan hingga hari kiamat, dan komitmen Iblis yang akan menyesatkan manusia kecuali hamba Allah yang mukhlis (ikhlas).

Khusus yang berkaitan dengan ikhlas (mukhlis) tercermin pada ayat 83 Surat Shaad (QS, 38) yang intinya antara lain komitmen Iblis, yang menyatakan bahwa ia btidak akan menyesatkan (menggoda) hamba-hamba Allah yang mukhlis (ikhlas), atas dasar ayat tersebut timbul suatu pertanyaan, “Apa arti ikhlas sesungguhnya sehingga iblis pun tidak berani menyesatkan (menggoda) hamba-hamba Allah yang ikhlas?”.

Berkaitan dengan kata ikhlas, orang-orang terkadang seringkali mencari definisi atau pengertian tentang ikhlas dengan logika yang terbatas, dan memaksakan agar dirinya seakan-akan telah paham tentang ikhlas tersebut. Padahal kita tahu dengan logika, akal, akal dan rasio, adalah sama seperti mata kita terbentur kepada keterbatasan, sebagai contoh kita memandang laut dan langit, sejauh mata memandang seolah-olah keduanya bersatu, akan tetapi kenyataannya tidak begitu, inilah dikarenakan oleh keterbatasan panca indera kita.

Dari berbagai macam fenomena yang ada terlihat, bahwa masyarakat kita selalu mencari persamaan-persamaan tentang arti ikhlas secara sembarangan tanpa bersandar pada dalil-dalil yang telah ada, padahal kita percaya bahwa Al Qur’an merupakan suatu standar baku buat pedoman orang-orang yang beriman. 

Oleh karenanya, kita seringkali terjebak pada norma-norma umum yang menjadi tradisi, atau kebiasaan walaupun terkadang sangat jauh dari kebenaran yang hakiki.

Dalam Al Qur’an Allah SWT telah menetapkan definisi atau pengertian yang nyata tentang apa arti ikhlas, sebagaimana dalam Surat Al Ikhlas (QS, 112 :1 s.d 4) sebagai berikut:

Ayat 1: Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa,

Ayat 2: Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

Ayat 3: Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

Ayat 4: dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia”.

Pengertian kata ikhlas yang terkandung dalam ayat-ayat Surat Al Ikhlas (QS, 112) tersebut di atas, secara definitif dan konprehensif serta spektrumnya sangat luas, yaitu dimana ikhlas disitu secara esensial mengandung pengertian bebas dari syirik, yang artinya seseorang yang hendak melakukan sesuatu perbuatan atau ibadah tidak ada rekayasa, tendensi, intrik-intrik, motivasi, atau niat yang lain kecuali semata-mata hanya mengharapkan keridhaan Allah SWT.

Seperti yang dikemukakan oleh Sayidina Ali, “Ya Allah aku mengabdi kepadaMu bukan karena aku takut kepada neraka-Mu, bukan pula aku rakus terhadap surga-Mu, melainkan aku mengabdi kepadaMu, karena memang Engkau pantas untuk kuabdi”.

Selanjutnya sebagai contoh, ketika Rasulullah SAW mengadakan sayembara, siapa yang paling dulu selesai khotmil Qur’an, ternyata Sayidina Ali ra yang terlebih dahulu menyelesaikan sesingkat-singkatnya, sementara yang lainnya masih tadarus membaca Al Qur’an dengan khusuk. Lalu Ali mengacungkan jari telunjuknya, “Ya Rasulullah aku telah selesai mengkhatamkan Al Qur’an ini” Rasulullah SAW pun bertanya, “Wahai Ali bagaimana mungkin kau menyelesaikannya hanya dalam waktu sesaat?”, Ali pun menjawab, “Bukankah engkau pernah bersabda ya Rasulullah, “Barangsiapa yang membaca Surat Al Ikhlas tiga kali maka sama dengan nilainya khatam Qur’an”, “Ya” jawab Rasulullah SAW membenarkan.

Apabila kita perhatikan hadits di atas, maka begitu berartinya Surat Al Ikhlas, yang notabene terdapat kalimat Al Ikhlas, sehingga pada ayat terakhir surat ini dapat diambil kesimpulan, bahwa Allah SWT tidak ingin dibagi-bagi cintanya kepada hambaNya, Allah akan merasa cemburu manakala ciptaanNya dicintai secara berlebihan. Pada penghujung Surat Al Ikhlas terdapat suatu kesimpulan, “Walam Yakullahu Kufuan Ahad”, ayat ini identik dengan sabda Rasulullah SAW, “Laisa Kamitslihi Syaaiiun” yang mengandung pengertian “tidak ada sesuatu yang menyerupai Allah”. Jadi jangan coba-coba melakukan pengabdian-pengabdian kepadaNya dengan cara membagi kepada makhlukNya.

Beberapa contoh menurut akhli tauhid,

a. Apabila seseorang sedang melakukan tawaf lalu terbesit dihatinya ingat kepada orang lain, yaitu anak isteri, harta benda, perusahaan, sawah dan ladang, maka tawafnya dianggap gugur, karena sesungguhnya Allah tidak ingin diduakan (disekutukan) dalam pengabdian atau peribadahan tadi;

b. Apabila seseorang yang mengamalkan hartanya karena ingin mendapat pujian, maka amalannya gugur seperti debu terbang ditiup angin;

c. Imam dalam salat terbesit dihatinya ingin dianggap jamaahnya sebagai sebagai akhli Al Qur’an dengan membaca surat dengan ayat-ayat yang panjang, maka inipun salatnya dianggap gugur;

d. Seseorang yang berdzikir secara masal, kemudian menangis secara bersama-sama agar dianggap orang yang khusuk beribadah atau dianggap akhli dzikir, maka ini bukan saja gugur tetapi sudah mengarah ke riya, sedangkan riya adalah semi syirik dan syirik berlawanan dengan ikhlas.
Apabila kita telusuri dari berbagai uraian dan contoh di atas, bahwa ikhlas adalah merupakan sesuatu yang pada hakikatnya kembali kepada Allah bersandar kepada Allah, sehingga Iblis takut kepada hamba-hamba yang muklis yang senantiasa berserah diri dengan bersandar kepada Allah dan Iblis tahu bahwa Allah adalah zat yang Maha Tinggi tiada tara.

Sangat sukar bagi Iblis untuk menyesatkan (menggoda) hamba-hamba Allah yang ikhlas, karena ciri-ciri orang yang ikhlas meliputi, bahwa :

- Ia tidak pernah berharap selain kepada Allah;
- Ia beribadah dan beramal hanya untuk Allah semata;
- Ia tidak mengenal yang namanya pamrih atau upah;
- Ia tidak berharap populer atas amal ibadahnya;
- Ia tidak pernah ingin merasa dipuji orang;
- Ia tidak pernah merasa kecewa terhadap apa-apa yang sekiranya pernah menyakitkan bagi dirinya; dan juga
- Ia tidak mudah bangga apabila disanjung atau dipuji.

Rasul dan Nabi yang amalannya selalu ikhlas, dan tidak pernah berharap sedikitpun terhadap apa yang dirisalahkannya, sebagai contoh Nabi Ibrahim a.s misalnya, ia yang begitu tegar dalam menghadapi musuh-musuhnya walaupun dibakar api sekalipun, diperintahkan menyembelih putranya yang tercinta (Ismail), Nabi Ibrahim a.s dengan ikhlas patuh terhadap apa yang telah diperintahkan Allah SWT kepadanya, walaupun Iblis sempat menggoda tapi akhirnya Iblis menyerah kalah, dalam percontohan ini jelas bahwa Iblis tidak akan pernah bisa menyesatkan (menggoda) hamba-hamba Allah yang Ikhlas.

1. Barangsiapa memberi krn Allah menolak krn Allah mencintai krn Allah membenci karena Allah dan menikah krn Allah maka sempurnalah imannya. {HR. Abu Dawud}
 
2. Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak memandang postur tubuhmu dan tidak pula pada kedudukan maupun harta kekayaanmu tetapi Allah memandang pada hatimu. Barangsiapa memiliki hati yg shaleh maka Allah menyukainya. Bani Adam yg paling dicintai Allah ialah yg paling bertakwa.
 
3. Barangsiapa memurkakan Allah utk meraih keridhaan manusia maka Allah murka kepadanya dan menjadikan orang yg semula meridhoinya menjadi murka kepadanya.
Namun barangsiapa meridhokan Allah dalam kemurkaan manusia maka Allah akan meridhoinya dan meridhokan kepadanya orang yg pernah memurkainya sehingga Allah memperindahnya memperindah ucapannya dan perbuatannya dalam pandanganNya.
 
4. Barangsiapa memperbaiki hubungannya dgn Allah maka Allah akan menyempurnakan hubungannya dengan manusia. Barangsiapa memperbaiki apa yg dirahasiakannya maka Allah akan memperbaiki apa yg dilahirkannya .
 
5. Seorang sahabat berkata kepada Rasulullah Ya Rasulullah seseorang melakukan amal dengan dirahasiakan dan bila diketahui orang dia juga menyukainya {merasa senang}. Rasulullah Saw berkata Baginya dua pahala yaitu pahala dirahasiakannya dan pahala terang-terangan.
 
6. Agama ialah keikhlasan . Kami lalu bertanya Loyalitas kepada siapa ya Rasulullah? Rasulullah Saw menjawab Kepada Allah kepada kitabNya kepada rasulNya kepada penguasa muslimin dan kepada rakyat awam.

Penjelasan: Artinya patuh dan taat kepada penguasa dan pemerintahan dan setia kepada rakyat dgn tidak merugikan mereka atau mengambil hak mereka.

Dari pengalaman-pengalaman para pembawa risalah yang antara lain telah diuraikan di atas, marilah kita belajar ikhlas dimana saja, kapan saja serta kepada dan bersama siapa saja.
Semoga bermanfaat.

Amiiin Ya Rabbal Alamiin.

Sumber:
1. Al Qur’an > Digital Qur’an;
2. Kisah-kisah Al Qur’an, Prof. DR. Abdul Karim Zaidan, Rabbani Press, Jakarta 2001M;
3. Kehidupan dan Perjuangan 25 Nabi dan Rasul, Drs. H.A. Wahyudin, Pustaka Setia, Bandung 2005M;
4. Hakekat Ikhlas dan Indahnya Kesabaran KH. MD. Sirojudin, Vision, Depok 2007M.
5. 1100 Hadits Terpilih - Dr. Muhammad Faiz Almath - Gema Insani Press
6. file chm hadistweb.